. Sejarah [Kerajaan] Mataram Kuno / Hindu-Budha (Wangsa Sanjaya & Wangsa Syailendra), meliputi sumber sejarah, kehidupan politik ekonomi sosial budaya, raja-raja [Kerajaan] Mataram Kuno, & kemunduran / runtuhnya kerajaan Mataram Kuno.
KERAJAAN MATARAM KUNO / HINDU-BUDHA
Kerajaan Mataram Kuno atau disebut dengan Bhumi Mataram. Pada awalnya terletak di Jawa Tengah. Daerah Mataram dikelilingi oleh banyak pegunungan seperti pegunungan serayu, gunung prau, gunung sindoro, gunung sumbing, gunung ungaran, gunung merbabu, gunung merapi, pegunungan kendang, gunung lawu, gunung sewu serta gunung kidul. Daerah ini juga banyak mengalir sungai besar diantaranya sungai Progo, Bogowonto, Elo, & Bengawan Solo. [Kerajaan] ini sering disebut dengan [Kerajaan] Mataram Kuna sebagai pembeda dengan Mataram Baru atau Kesultanan Mataram (Islam). [Kerajaan] Mataram merupakan daerah yang subur yang memudahkan terjadinya pertumbuhan penduduk yang cukup pesat & merupakan kekuatan utama bagi Negara darat.. [Kerajaan] Mataram berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan antara abad ke-8 & abad ke-10. Nama Mataram sendiri pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa raja Balitung.
A. MATARAM HINDU – WANGSA SANJAYA (732 M)
1. AWAL BERDIRINYA KERAJAAN
Prasasti Mantyasih tahun 907 atas nama (dibuat pada masa) Dyah Balitung menyebutkan dengan jelas bahwa raja pertama [Kerajaan] Medang (Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu) adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti Canggal tahun 732, namun tidak menyebut dengan jelas apa nama kerajaannya. Ia hanya memberitakan adanya raja lain yang memerintah pulau Jawa sebelum dirinya, bernama Sanna. Sepeninggal Sanna, negara menjadi kacau. Sanjaya kemudian tampil menjadi raja, atas dukungan ibunya, yaitu Sannaha, saudara perempuan Sanna. Sanna, juga dikenal dengan nama "Sena" atau "Bratasenawa", merupakan raja [Kerajaan] Galuh yang ketiga (709 - 716 M). Bratasenawa alias Sanna atau Sena digulingkan dari tahta Galuh oleh Purbasora (saudara satu ibu Sanna) dalam tahun 716 M. Sena akhirnya melarikan diri ke Pakuan, meminta perlindungan pada Raja Tarusbawa. Tarusbawa yang merupakan raja pertama [Kerajaan] Sunda (setelah Tarumanegara pecah menjadi [Kerajaan] Sunda & [Kerajaan] Galuh) adalah sahabat baik Sanna. Persahabatan ini pula yang mendorong Tarusbawa mengambil Sanjaya menjadi menantunya.
Sanjaya, anak Sannaha (saudara perempuan Sanna), berniat menuntut balas terhadap keluarga Purbasora. Untuk itu ia meminta bantuan Tarusbawa (mertuanya yangg merupakan sahabat Sanna). Hasratnya dilaksanakan setelah menjadi Raja Sunda yang memerintah atas nama isterinya. Akhirnya Sanjaya menjadi penguasa [Kerajaan] Sunda, [Kerajaan] Galuh & [Kerajaan] Kalingga (setelah Ratu Shima mangkat). dalam tahun 732 M Sanjaya mewarisi tahta Kerajaan Mataram dari orangtuanya. Sebelum ia meninggalkan kawasan Jawa Barat, ia mengatur pembagian kekuasaan antara puteranya, Tamperan, & Resi Guru Demunawan. Sunda & Galuh menjadi kekuasaan Tamperan, sedangkan [Kerajaan] Kuningan & Galunggung diperintah oleh Resi Guru Demunawan, putera bungsu Sempakwaja.
Kisah hidup Sanjaya secara panjang lebar terdapat dalam Carita Parahyangan yang baru ditulis ratusan tahun setelah kematiannya, yaitu sekitar abad ke-16.
2. SUMBER SEJARAH
a. Prasasti Canggal
Prasasti yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal berangka [Tahun] 732 M dalam bentuk Candrasangkala. Menggunakan huruf pallawa & bahasa sangsekerta. Isi dari prasasti tersebut menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) yang merupakan agama Hindu beraliran Siwa di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya serta menceritakan bahwa yang menjadi raja mula-mula adalah sena yang kemudian digantikan oleh Sanjaya.
Terjemahan bebas isi Prasasti Canggal adalah sebagai berikut:
Bait 1 : Pembangunan lingga oleh Raja Sanjaya di atas gunung
Bait 2-6 : Pujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Brahma, & Dewa Wisnu
Bait 7 : Pulau Jawa yang sangat makmur, kaya akan tambang emas & banyak menghasilkan padi. Di pulau itu didirikan candi Siwa demi kebahagiaan penduduk dengan bantuan dari penduduk Kunjarakunjadesa
Bait 8-9 : Pulau Jawa yang dahulu diperintah oleh raja Sanna, yang sangat bijaksana, adil dalam tindakannya, perwira dalam peperangan, bermurah hati kepada rakyatnya. Ketika wafat Negara berkabung, sedih kehilangan pelindung
Bait 10-11 : Pengganti raja Sanna yaitu putranya bernama Sanjaya yang diibaratkan dengan matahari. Kekuasaan tidak langsung diserahkan kepadanya oleh raja Sanna tetapi melalui kakak perempuannya (Sannaha)
Bait 12 : Kesejahteraan, keamanan, & ketentraman Negara. Rakyat dapat tidur di tengah jalan, tidak usah takut akan pencuri & penyamun atau akan terjadinya kejahatan lainnya. Rakyat hidup serba senang.
Kunjarakunja-desa dapat berarti "tanah dari pertapaan Kunjara", yang diidentifikasikan sebagai tempat pertapaan
b. Prasasti Metyasih/Balitung
Prasasti ini ditemukan di desa Kedu, berangka tahun 907 M. Prasasti Metyasih yang diterbitkan oleh Rakai Watukumara Dyah Balitung (Wangsa Sanjaya ke-9) terbuat dari tembaga.. Prasasti ini dikeluarkan sehubungan dengan pemberian hadiah tanah kepada lima orang patihnya di Metyasih, karena telah berjasa besar terhadap [Kerajaan] serta memuat nama para raja-raja Mataram Kuno.
3. Kehidupan EKONOMI, SOSIAL, POLITIK & BUDAYA
Dari prasasti Metyasih tersebut, didapatkan nama-nama raja dari Wangsa Sanjaya yang pernah berkuasa, yaitu :
1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M)
Masa Sanjaya berkuasa adalah masa-masa pendirian candi-candi siwa di Gunung Dieng. Kesusasteraan tidak menjadi monopoli kelas profesional. Pendidikan puisi merupakan pendidikan yang wajib diikuti oleh umum, terlebih bagi kalangan pegawai istana & pemuka masyarakat.
Sanjaya memberikan wejangan-wejangan luhur untuk anak cucunya. Apabila sang Raja yang berkuasa memberi perintah, maka dirimu harus berhati-hati dalam tingkah laku, hati selalu setia & taat mengabdi pada sang raja. Bila melihat gerak lirik raja, tenagkanlah dirimu menerima perintah & tindakan & harus menangkap isinya. Bila belum mampu mengadu kemahiran menagkap tindakan, lebih baik duduk terdiam dengan hati ditenangkan & jangan gentar dihadapan sang raja.
Sanjaya selalu menganjurkan perbuatan luhur kepada seluruh punggawa & prajurit kerajaan. Ada empat macam perbuatan luhur untuk mencapai kehidupan sempurna, yaitu :
· Tresna (Cinta Kasih)
· Gumbira (Bahagia)
· Upeksa (tidak mencampuri urusan orang lain)
· Mitra (Kawan, Sahabat, Saudara atau Teman)
Sri Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya mangkat kira-kira pertengahan abad ke-8 M. Ia digantikan oleh putranya Rakai Panangkaran.
2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M)
Rakai Panangkaran yang berarti raja mulia yang berhasil mengambangkan potensi wilayahnya. Rakai Pangkaran berhasil mewujudkan cita-cita ayahandanya, Sri Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya dengan mengambangkan potensi wilayahnya.
Nasehatnya yang terkenal tentang kebahagiaan hidup manusia adalah :
· Kasuran (Kesaktian)
· Kagunan (Kepandaian)
· Kabegjan (Kekayaan)
· Kabrayan (Banyak Anak Cucu)
· Kasinggihan (Keluhuran)
· Kasyuwan (Panjang Umur)
· Kawidagdan (Keselamatan)
Menurut Prasasti Kalasan, pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran dibangun sebuah candi yang bernama Candi Tara, yang didalamnya tersimpang patung Dewi Tara. Terletak di Desa Kalasan, & sekarang dikenal dengan nama Candi Kalasan.
3. Sri Maharaja Rakai Panaggalan (780-800 M)
Rakai Pananggalan yang berarti raja mulia yang peduli terhadap siklus waktu. Beliau berjasa atas sistem kalender Jawa Kuno. Rakai Panggalan juga memberikan rambu-rambu dalam kehidupan berbangsa & bernegara, seperti berikut ini“Keselamatan dunia supaya diusahakan agar tinggi derajatnya. Agar tercapai tujuannya tapi jangan lupa akan tata hidup”
Visi & Misi Rakai Panggalan yaitu selalu menjunjung tinggi Arti Penting ilmu pengetahuan. Perwujudan dari visi & misi tersebut yaitu Catur Guru. Catur berarti empat Guru berarti berat. Jadi artinya empat guru yang mempunyai tugas berat. Catur Guru terdiri dari :
· Guru Sudarma, orang tua yang melairkan manusia.
· Guru Swadaya, Tuhan
· Guru Surasa, Bapak & Ibu Guru di sekolah
· Guru Wisesa, Pemerintah pembuat undang-undang untuk kepentingan bersama
Pemberian penghormatan dalam bidang pendidikan, maka kesadaran hukum & pemerintahan di Mataram masa Rakai Pananggalan dapat diwujudkan.
4. Sri Maharaja Rakai Warak (800-820 M)
Rakai Warak, yang berarti raja mulia yang peduli pada cita-cita luhur. Pada masa pemerintahannya, kehidupan dalam dunia militer berkembang dengan pesat. Berbagai macam senjata diciptakan. Rakai Warak sangat mengutamakan ketertiban yang berlandaskan pada etika & moral. Saat Rakai Warak berkuasa, ada tiga pesan yang diberikan, yaitu :
1. Kewajiban raja adalah jangan sampai terlena dalam menata, meneliti, memeriksa & melindungi.
2. Pakaian raja adalah menjalankanlah dengan adil dalam memberi hukuman & ganjaran kepada yang bersalah & berjasa.
3. Kekuatan raja adalah bisa mengasuh, merawat, mengayomi & memberi anugrah.
5. Sri Maharaja Rakai Garung (820-840 M)
Garung memiliki arti raja mulia yang tahan banting terhadap segala macam rintangan. Demi memakmurkan rakyatnya, Sri Maharaja Rakai Garung bekerja siang hingga malam. Hal ini dilakukan tak lain hanya mengharap keselamatan dunia raya yang diagungkan dalam ajarannya.
dalam menjalankan pemerintahannya Rakai Garung memiliki prinsip tri kaya parasada yang berarti tiga perilaku manusia yang suci. Tri Kaya Parasada yang dimaksud, yaitu :
· Manacika yang berarti berfikir yang baik & benar.
· Wacika yang berarti berkata yang baik & benar.
· Kayika yang berarti berbuat yang baik & benar.
6. Sri Maharaja Rakai Pikatan (840 – 856 M)
Dinasti Sanjaya mengalami masa gemilang pada masa pemerintahan Rakai Pikatan. dalam Prasasti Tulang Air di Candi Perut (850 M) menyebutkan bahwa Rakai Pikatan yang bergelar Ratu mencapai masa kemakmuran & kemajuan. Pada masa pemerintahannya, pasukan Balaputera Dewa menyerang wilayah kekuasaannya. Namun Rakai Pikatan tetap mempertahankan kedaulatan negerinya & bahkan pasukan Balaputera Dewa dapat dipukul mundur & melarikan diri ke Palembang.
Pada zaman Rakai Pikatan inilah dibangunnya Candi Prambanan & Candi Roro Jonggrang. Pembuatan Candi tersebut terdapat dalam prasasti Siwagraha yang berangka tahun 856 M. Rakai Pikatan terkenal dengan konsepnya Wasesa Tri Dharma yang berarti tiga sifat yang mempengaruhi kehidupan manusia.
7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi (856 – 882 M)
Prasasti Siwagraha menyebutkan bahwa Sri Maharaja Rakai Kayuwangi memiliki gelar Sang Prabu Dyah Lokapala. Tugas utamanya yaitu memakmurkan, mencerdaskan, & melindungi keselamatan warga negaranya.
Pada masa pemerintahannya, Rakai Kayuwangi menuturkan bahwa ada enam alat untuk mencari ilmu, yaitu :
1. Bersungguh-sungguh tidak gentar
Semua tutur kata & budi bahasa dilakukan dengan baik, selaras & menyatu.
2. Bertenggang rasa
Memperhatikan sikap yang kurang baik dengan kebenaran.
3. Ulah pikiran
Menimbang-nimbang dengan memperhatikan tujuan kemampuan & kemauan yang diterapkan harus atas pemikiran yang tepat.
4. Penerapan ajaran
dalam setiap melaksanakan kehendak harus dipertimbangkan, jangan sampai tergesa-gesa. Jangan melupakan ajaran terdahulu, ajaran masa kini perlu untuk diketahui
5. Kemauan
Sanggup sehidup semati, mematikan keinginan & membersihkan diri. dalam kata lain, tekad & niat harus dilakukan dantidak segan-segan dalam melakukan pekerjaan
6. Menguasai berbagai bahasa
Memahami semua bahasa agar mampu mengatasi perhubungan serta mampu mengakrabi siapa saja.
8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (882 – 899 M)
Sri Maharaja Rakai Watuhumalang memiliki prinsip dalam menjalankan pemerintahannya. Prinsip yang dipegangnya adalah Tri Parama Arta yang berarti tiga perbuatan untuk mengusahakan kesejahteraan & kebahagiaan orang lain.
Tri Parama Arta terdiri dari :
1. Cinta Kasih, menyayangi & mengasihi sesama makhluk sebagaimana mengasihi diri sendiri.
2. Punian, perwujudan cinta kasih dengan saling tolong menolong dengan memberikan sesuatu yang dimiliki secara ikhlas.
3. Bakti, perwujudan hati nurani berupa cinta kasih & sujud Tuhan, orang tua, guru & pemerintah.
9. Sri Maharaja Watukumara Dyah Balitung (898 – 915 M)
Pada masa pemerintahannya beliau memiliki seorang teknokrat intelektual yang handal bernama Daksottama.
Pemikirannya mempengaruhi gagasan Sang Prabu Dyah Balitung. Masa pemerintahannya menjadi masa keemasan bagi Wangsa Sanjaya. Sang Prabu aktif mengolah cipta karya untuk mengembangkan kemajuan masyarakatnya. dalam mengolah cipta karya, tahun 907 Dyah Balitung membuat Prasasti Kedu atau Metyasih yang berisikan nama-nama raja [Kerajaan] Mataram Wangsa Sanjaya. Serta menjelaskan bahwa pertunjukan wayang (mengambil lakon Bima di masa muda) untuk keperluan upacara telah dikenal pada masa itu.
10. Sri Maharaja Rakai Daksottama (915 – 919 M)
Daksottama yang berarti sorang pemimpin yang utama & istimewa. Pada masa pemerintahan Dyah Balitung, Daksottama dipersiapkan untuk menggantikannya sebagai raja Mataram Hindu.
11.Sri Maharaja Dyah Tulodhong (919 – 921 M)
Rakai Dyah Tulodhong mengabdikan dirinya kepada masyarakat menggantikan kepemimpinan Rakai Daksottama.
Keterangan tersebut termuat dalam Prasasti Poh Galuh yang berangka tahun 809 M. Pada masa pemerintahannya, Dyah
Tulodhong sangat memperhatikan kaum brahmana
12. Sri Maharaja Dyah Wawa ( 921 – 928 M)
Rakai Sumba Dyah Wawa dinobatkan sebagai raja Mataram pada tahun 921 M. Beliau terkenal sebagai raja yang ahli dalam berdiplomasi, sehingga sangat terkenal dalam kancah politik internasional.
Roda perekonomian pada masa pemerintahannya berjalan dengan pesat. dalam menjalankan pemerintahannya Dyah Wawa memiliki visi Tri Rena Tata yang berarti tiga hutang yang dimiliki manusia. Pertama hutang kepada Tuhan yang menciptakannya, Kedua hutang jasa kepada leluhur yang telah melahirkannya. & ketiga, hutang ilmu kepada guru yang telah mengajarkannya.
13. Sri Maharaja Rakai Empu Sendok (929 – 930 M)
Empu Sendok, terkenal dengan kecerdasan, ketangkasan, kejujuran & kecakapannya. Manajemen & Akuntansi dikuasai, psikologi diperhatikan.
4. KERUNTUHAN WANGSA SANJAYA
Pada abad ke-10, Dyah Wawa mempersiapkan strategi suksesi Empu Sendok yang memiliki integritas & moralitas sebagai calon pemimpin Mataram. Pada saat itulah pemerintahan Dyah Wawa mengalami kemunduran. Empu Sendok yang memegang pemerintahan setelah Dyah Wawa meninggal merasa khawatir terhadap serangan yang dilancarkan oleh [Kerajaan] Sriwijaya. Empu Sendok memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Sumber lain menyebutkan perpindahan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur disebabkan oleh meletusnya gunung merapi di Jawa Tengah.
B. MATARAM BUDHA - WANGSA SYAILENDRA (752 M)
1. Sejarah & Lokasi
Syailendra adalah wangsa atau dinasti [Kerajaan] Mataram Kuno yang beragama Budha. Wangsa Syailendra di Medang, daerah Jawa Tengah bagian selatan. Wangsa ini berkuasa sejak tahun 752 M & hidup berdampingan dengan Wangsa Sanjaya.
2. Sumber Sejarah
Nama Syailendra pertama kali dijumpai dalam Prasasti Kalasan yang berangka tahun 778 M. Ada beberapa sumber yang menyebutkan asal-usul keluarga Syailendra, Yaitu :
Sumber India
Nilakanta Sastri & Moes yang berasal dari India & menetap di Palembang menyatakah bahwa pada tahun 683 M
keluarga Syailendra melarikan diri ke Jawa karena terdesak oleh Dapunta Hyan.
Sumber Funan
Codes beranggapan bahwa Syailendra yang ada di Nusantara berasal dari Funan (Kamboja). Kerusuhan yang terjadi di Funan mengakibatkan keluarga [Kerajaan] Funan menyingkir ke Jawa & menjadi penguasa di Mataram pada abad ke-8 M dengan menggunakan nama Syailendra.
Sumber Jawa
Menurut Purbatjaraka, Keluarga Syailendra adalah keturunan dari Wangsa Sanjaya di era pemerintahan Rakai Panangkaran. Raja-raja dari keluarga Sayilendra adalah asli dari Nusantara sejak Rakai Panangkaran berpindah agama menjadi penganut agama Budha Mahayana. Pendapatnya tersebut berdasarkan Carita Parahiyangan yang menyebutkan bahwa Sanjaya menyerahkan kekuasaanya di Jawa Barat kepada puteranya dari Tejakencana, yaitu Rakai Tamperan atau Rakeyan Panambaran & memintanya untuk berpindah agama.
Selain dari teori tersebut di atas dapat dilihat dari beberapa Prasasti yang ditemukan, Yaitu :
Prasasti Sojomerto
Prasasti yang berasal dari pertengahan abad ke-7 itu berbahasa Melayu Kuno di desa Sojomerto, Kabupaten pekalongan yang menjelaskan bahwa Dapunta Syailendra adalah penganut agamat Siwa
Prasasti Kalasan
Prasasti yang berangka tahun 778 M merupakan prasasti peninggala Wangsa Sanjaya. Prasasti ini menceritakan tentang pendirian Candi Kalasan oleh Rakai Panagkaran atas permintaan keluarga Syailendra serta sebagai penghadiahan desa Kalasan untuk umat Budha.
Prasasti Klurak
Prasasti yang berangka tahun 782 M, di daerah Prambanan menyebutkan tentang pembuatan Arca Manjusri yang merupakan perwujudan Sang Budha, Wisnu & Sanggha. Prasasti ini juga menyebutkan nama raja yang berkuasa saat Itu yang bernama Raja Indra.
Prasasti Ratu Boko
Prasasti berangka tahun 865 M menyebutkan tentang kekalahan Raja Balaputra Dewa dalam perang saudara melawan kakaknya Pradhowardhani & melarikan diri ke Palembang.
Nama Syailendra juga muncul dalam Prasasti Klurak (782 M) “Syailendrawansantilakena”, Prasasti Abhayagiriwihara (792 M) “Dharmmatunggadewasyasailendra”, Prasasti Kayumwunan (824 M) “Syailendrawansatilaka”,
3. Kehidupan Ekonomi, Sosial & Politik
Kehidupan sosial [Kerajaan] Mataram Dinasti Syailendra ditafsirkan telah teratur. Hal ini dilihat dari pembuatan Candi yang menggunakan tenaga rakyat secara bergotong royong. Dari segi budaya [Kerajaan] Dinasti Syailendra juga banyak meninggalkan bangunan-bangunan megah & bernilai.
Adapun Raja-raja yang pernah berkuasa, yaitu :
1. Bhanu (752 – 775 M)
Raja Banu merupakan Raja pertama sekaligus pendiri Wangsa Syailendra
2. Wisnu (775 – 782 M)
Pada masa pemerintahannya, Candi Borobudur mulai dibangun tepatnya 778 M.
3. Indra (782 – 812 M)
Pada masa pemerintahannya, Raja Indra membuat Klurak yang berangka tahun 782 M, di daerah Prambanan
4. Samaratungga ( 812 – 833 M)
Raja Samaratungga berperan menjadi pengatur segala dimensi kehidupan rakyatnya. Sebagai raja Mataram Budha, Samaratungga sangat menghayati nilai agama & budaya Pada masa pemerintahannya Candi Borobudur selesai dibangun.
5. Pramodhawardhani (883 – 856 M)
Pramodhawardhani adalah putri Samaratungga yang dikenal cerdas & cantik. Beliau bergelar Sri Kaluhunan, yang artinya seorang sekar kedhaton yang menjadi tumpuan harapan bagi rakyat. Pramodhawardhani kelak menjadi Permaisuri raja Rakai Pikatan, Raja Mataram Kuno dari Wangsa Sanjaya.
6. Balaputera Dewa (883 – 850 M)
Balaputera Dewa adalah putera Raja Samaratungga dari ibu yang bernama Dewi Tara, puteri raja Sriwijaya. Dari Prasasti Ratu Boko, terjadi perebutan tahta kerajaan oleh Rakai Pikatan yang menjadi suami Pramodhawardhani.
Balaputera Dewa merasa berhak mendapatkan tahta tersebut karena beliau merupakan anak laki-laki berdarah Syailendra & tidak setuju terhadap tahta yang diberikan kepada Rakai Pikatan yang keturunan Sanjaya. dalam peperangan saudara tersebut Balaputera Dewa mengalami kekalahan & melarikan diri ke Pelembang.
4. Keruntuhan Wangsa Syailendra
Sejak terjadi perebutan kekuasaan & dipimpin oleh Rakai Pikatan, agama Hindu mulai dominan menggantikan agama Budha. Sejak saat itulah berakhirnya masa Wangsa Syailendra di Bumi Mataram..
..........................
PENINGGALAN KERAJAAN MATARAM KUNO / HINDU BUDHA
Dari kedua Wangsa yang berkuasa di Bhumi Mataram tersebut, sampai saat ini masih dapat dilihat bangunan-bangunan suci yang berbentuk, yaitu :
Candi di pegunungan Dieng, Candi Gedung Songo, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Prambanan, Candi Sambi Sari & masih banyak yang lainnya.
Baca pula : Daftar Nama [Kerajaan] di Indonesia & Sejarahnya
Daftar PUSTAKA
1. Dr.Purwadi, M.Hum, 2007. Sistem Pemerintahan [Kerajaan] Jawa Klasik. Medan: Pujakesuma
2. Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, 1993. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka
3. Ensiklopedia Online: www.id.wikipedia.org
4. /search?q=sejarah-kerajaan-mataram-kuno-hindu-budha-sanjaya-syailendra
Demikian artikel tentang Sejarah Kerajaan Mataram Kuno / Hindu-Budha (Wangsa Sanjaya & Wangsa Syailendra), meliputi sumber sejarah, kehidupan politik ekonomi sosial budaya, raja-raja [Kerajaan] Mataram Kuno, & kemunduran / runtuhnya kerajaan Mataram Kuno. Semoga bermanfaat....