Contoh Teks Cerita Fantasi: Kampungku di Tahun 2100

Salah satu unsur teks cerita fantasi yang utama adalah adanya ketidak masuk akalan sebuah cerita. Akan tetapi ketidakmasukakalan atau fantasi tersebut biasanya tetap berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan ada kemungkinan terjadi.

Selain itu, sebuah contoh teks cerita fantasi harus tetap memperhatikan struktur teksnya. Struktur teks cerita fantasi terdiri dari tiga bagian. Teks cerita fantasi diawali dengan bagian orientasi, kemudian diikuti dengan bagian komplikasi, diakhiri dengan bagian resolusi.

Masing-masing bagian struktur teks cerita fantasi tersebut, baik orientasi, komplikasi, resolusi, memiliki ciri-ciri masing-masing.

Bagian orientasi teks cerita fantasi marupakan bagian yang 'mengenalkan' tokoh dan latar cerita. Bagian komplikasi teks cerita fantasi merupakan bagian yang berisi permasalan-permasalahan yang dialami oleh tokoh cerita. Sementara, bagian resolusi berisi penyelesaian masalah dan akhir cerita.

Berikut ini salah satu contoh judul teks cerita fantasi yang berjudul: Kampungku di Tahun 2100. Judul ini juga ada dalam salah satu contoh judul teks cerita fantasi yang ada di buku paket Bahasa Indonesia untuk kelas 7 SMP/MTs.

Dilihat, dari judulnya Kampungku di Tahun 2100 menunjukkan hal yang tidak mungkin. Salah satu cara 'mem-fantasikan' cerita adalah dengan ketidakmasukakalan ruang dan waktu. Bisa kembali ke masa lalu, atau pergi ke masa depan. Nah, Judul teks cerita fantasi Kampungku di Tahun 2100 adalah teks cerita fantasi yang mengalami perpindahan waktu ke masa depan.

Berikut ini contoh teks cerita fantasi dengan judul: Kampungku di Tahun 2100 lengkap dengan bagian-bagian struktur teks ceritanya.

Kampungku di Tahun 2100

Orientasi

Seperti biasa, di saat musim kemarau. Aku bermain layang-layang di sawah. Bersama dengan seorang sahabatku. Kebetulan banyak padi yang sudah dipanen. Jadi, aku dan Ababal, sahabatku ini leluasa di sawah yang sudah dipanen.

Ababal ini jago membuat layang-layang. Kami membuat layangan 'toncak' yang besar. Maka kami berdua harus memegangi tambagnya ketika menerbangkan layang-layang ini. 

Ketika aku dan babal hendak bergeser ke tempat yang teduh, tiba-tiba ada angin berhembus kencang. Aku dan Ababal sekuat tenaga memegang layang-layang besar kami.

"Jo, anginnya kencang. Pegang sekua tenaga!" Ababal berteriak padaku. 

Layang-layang kami yang sudah tinggi akhirnya berputar. Menukik tajam. Menyambar antena wifi milik tetangga kami. Tersangkut. Seketika itu, badan kami lemas. Semua tampak lemas.

Komplikasi

"Jo, bangun, Jo. Kita di mana ini?" Ababal tampak bingung. Kami tadi di sawah. Sekarang juga di sawah. Tapi sawahnya di atas gedung-gedung tingkat. Tinggi.

"Gimana kita pulangnya, Ya?" Kutanya begitu, Ababal juga geleng-geleng kepala. Kami tampak sangat asing. Pakaian  kami aneh. Celana seragam sekolah dan kaus oblong yang sudah lusuh. Orang-orang di kota ini sangat rapi. Tidak ada sampah. Tidak ada yang terlalu kurus. Tidak ada yang terlalu gemuk.

Kami berjalan menyusuri tepi gedung bertingkat. Sambil masih terus merasa bingung. 

"Gini, Saja, Jo. Kita ikuti tali tambang ini. Kita ambil toncak kita. Tempat ini berubah. Tapi aku, kau dan tambang ini tetap. Tidak berubah. Pasti ada jalan keluar."

Akhirnya, kami susuri tambang. Mencari layang-layang kami. Orang-orang yang lewat dengan motor terbang melihat aneh ke arah kami. Karena takut, begitu bepapasan dengan orang lagi. Kami bersembunyi.

"Hei... kalian orang asing. Diam di tempat!" Terdengar suara yang sangat nyaring. Melalui pengeras suara. Tiba-tiba di belakang ada patroli polisi dengan motor terbang. Lengkap dengan suara sirine yang meraung-raung.

Kami lari sekuat tenaga. Mengikuti untaian tambang layang-layang. Nafas sudah terengah-engah. Hampir habis. Layang-layang sudah terlihat. Di samping sebuh parabola besar. Di ujung bangunan yang cukup tinggi. Kami melopat dari gedung di dekatnya. Tersungkur. Tapi selamat. Polisi tadi sudah tidak mengejar. 

"Siapa kalian? Kenapa di sini?" Tanya seorang lelaki setengah dewasa. 

"Maaf, Tuan. Saya Mutijo. Ini teman saya Ababal. Kami ingin mengambil ini. Layang-layang kami." Aku menjelaskan.

"Iya, kami mohon maaf. Kami hanya ingin mengambil ini dan pulang." Ababal menimpali.

Resolusi

"Kalian mau pulang ke mana? Mari saya antar pulang." Lelaki tua itu mengajak kami masuk ke rumah. Kami ikuti saja. Karena memang tidak paham, harus pulang ke mana.

Sesampai di dalam rumah, Bapak tua menjelaskan, "Kakek buyut saya dulu bercerita. Suatu saat pasti pasti ada yang mengambil layang-layang. Kalau ada yang ambil. Harus dikembalikan. Karena bukan hak kita. Begitu katanya. Cerita itu terus berlanjut dari generasi ke genarasi. Awalnya saya pun tidak percaya. Sekarang yang mengambil adalah kalian."

Sambil bercerita, bapak tua ini mengajak kami turun ke lantai paling bawah. Di lantai itu ada pintu yang terlihat beda dengan pintu-pintu lainnya. Pintu yang sama dengan rumah tetangga kami. Yang hanya berjarak dua gang dari rumahku. Rumah Cak Burhan. 

Di samping pintu itu, ada sebuah kalender. Tahun 2100. "Pak, apa benar ini tahun 2100?" Tanyaku. Bapak tua hanya mengangguk. Hati-hati di jalan.

"Teruslah belajar, ya. Hati-hati kalau pulang ke rumah." Pesan Pak tua kepada kami.

Begitu keluar dari pintu rumah Cak Burhan, kami merasa hanya pulang ke rumah. Ketika menoleh ke belakang. Kami tahu, ini halaman rumah Cak Burhan. Rumah yang sudah agak lama ditinggal karena Cak Burhan pindah ke rumah istrinya.

Sadar sudah bisa pulang, Ababal berteriak kegirangan, "Ayo, Jo! Cepat pualang. Aku sudah lapar!". Kami bergegas pulang. Berlari. Menuju rumah. Sambil memupuk semangat. Untuk bisa bertahan hingga masa depan.


***
Demikian contoh teks cerita fantasi dengan judul 'Kampungku di Tahun 2100'. Semoga bisa memberi inspirasi untuk menulis contoh-contoh teks cerita fantasi yang lainnya dengan judul yang serupa.

Bagaimana dengan teks cerita fantasi hasil imajinasimu? 
LihatTutupKomentar